SUPER STRUKTUR IDIOLOGIS
MENURUT GRAMSCI DAN MAO TSE TUNG
Oleh: Nigel Todd. Journal of The History of Ideas. Vol XXXV.
No l. Januari-Maret l974.University of Lancester.England
Perkembangan utama dalam pemikiran modern New Left (Kiri Baru) adalah munculnya pendekatanpendekatan berdasarkan ide, ideologi dan budaya dalam menganalisa masyarakat. Titik perhatian para intelektual Kiri Baru tersebut bertujuan untuk menjelaskan bagaimana sebuah Kekuasaan di Barat mampu mempertahankan lingkaran kekuasaannya sekaligus memberi legitimasi pada kekuasaan borjuis.1 Marx,
Engels dan Lenin juga berusaha menjelaskan tentang superstruktur ideologis. Marx dalam German Ideology (hlm. 39) menyatakan "Ide-ide kelas penguasa, dalam setiap jaman, yang mendominasi kekuatan material dalam masyarakat pada saat yang bersamaan adalah sama dengan kekuatan dominan intelektual."
Engels dalam suratnya pada J.Block pada tanggal 21 September l890 menulis, refleksi dari semua perjuangan aktual (kelas) dalam benak semua para pejuang--politik, legal,dan teori filsafat, ide-ide religius, dan perkembangan mereka yang lebih jauh dalam sebuah sistem dogma--juga mencoba pengaruh mereka atas! sebab dari perjuangan sejarah dan dalam banyak kasus telah dilebih-lebihkan dalam mencerminkan bentuk mereka (preponderate in determining their form. Dan Lenin dalam beberapa karyanya, misalnya dalam bulan April l9l7 menyatakan "sebagian besar dari tentara dan para pekerja Rusia tetap yakin, tentang ketidak percayaan mereka pada bentuk pemerintahan kapitalis."1
Beberapa referensi dalam karya-karya pokok Marxis, telah cukup menjelaskan tentang para pemimpim Komunis seperti diatas, terutama tentang pengaruh Antonio Gramsci (Italia) dan Mao Zedong (Cina) dalam Kiri Baru. Baik Gramsci maupun Mao Tse-Tung mencoba menganalisa secara mendalam tentang superstruktur ideologis selama Perang Dunia.
George Thomson menulis dalam tahun l957: "bila Mao Tse-Tung menempatkan dirinya untuk menjelaskan kebenaran-kebenaran umum dari Marxisme atas Revolusi Cina...maka Gramsci mencoba kebenaran tersebut dalam Revolusi Italia... menurut Gramsci kesatuan dari teori dan praktek bukanlah merupakan fakta mekanik tapi merupakan proses sejarah yang akan terjadi. Ini persis seperti apa kata Mao Zedong ...untuk lebih mengerti tentang ilmu pengetahuan dan memulainya dengan ilmu pengetahuan yang rasional (konseptual dan teoritikal) aktivitas harus mengarah langsung pada praktek Revolusi, artinya
mengubah dunia subyektif dan obyektif. John Cammet, penulis Biografi Gramsci, memperlihatkan "Teori pekerjaan Komunis Cina yang dikembangkan oleh Mao Zedong, terkadang mempunyai persamaan dengan karakter Gramsci. Sekitar tahun l920-30-an Gramsci dan Mao Tse-tung merupakan figur dalam Gerakan Komunis--Gramsci menjadi marginal karena harus mendekam dalam penjara--sedangkan Mao Zedong
karena letak geografis dan tempat yang diberikan padanya dalam politik luar negeri dari Uni Soviet."3
Meskipun beberapa tulisan pernah dibuat (tentang kedua tokoh tersebut), tapi tidak ada sebuah tulisan
Marxis yang pernah membahas (tentang kedua tokoh ini secara bersamaan). Tujuan dari tulisan ini adalah
membuat sebuah studi awal tentang karya kedua pemimpin tersebut, dengan penekanan pada sebuah
superstruktur ideologis (Ideoligical Superstructure). Untuk perbandingan tersebut dipergunakan karyakarya
awal Mao Zedong yang dihasilkan sekitar tahun l920 sampai l945. Perioede ini bersamaan dengan
tahun-tahun Gramsci ketika menjadi seorang aktivis (Partai Komunis dari Perang Dunia II sampai
pertengahan l930-an). Juga akan dibandingkan kegiatan-kegiatan praktis antara keduanya dalam situasi
pra-revolusi. Mao setelah tahun l949 masih menulis tentang situasi (Cina) pasca Revolusi; sedangkan
Gramsci tidak mempunyai pengalaman langsung dalam lingkungan pasca Revolusi. (Ia meninggal di
Penjara pada tahun l932)
Sudah pasti ada beberapa konsepsi, permasalahan dan solusi antara keduanya yang berdiri dalam
jangkauan posisi yang berbeda. Di Italia Gramsci terlibat dalam perjuangan Partai menghadapi Sektarian
Kiri pimpinan Bordiga, Sekertaris Umum pertama dari Partai Komunis Italia (Italian Communist
Party/PCI). Kelompok Bordiga telah 'memecahkan' dilema tradisionil dalam sosialisme Italia (turut
berpartisipasi dalam Parlemen dan politik negara borjuis atau menyerap sebuah posisi tak terlibat
(absentionist position) dengan menolak 'keikut sertaan' untuk mengikuti garis non-koperasi. Akibat dari
kebijaksanaan yang diambil tersebut, adalah tidak mungkin bagi Partai Komunis Italia untuk menarik
perlawanan umum terhadap fasisme. Bordiga menyatakan, bahwa fasisme semata-mata merupakan bentuk
lain dari politik borjuis dan tidak mempunyai bahaya khusus dalam Gerakan Revolusioner.
Sementara Gramsci tetap yakin bahwa Fasisme merupakan serangan paling berbahaya bagi pertumbuhan
gerakan komunis Italia. Dan cara paling efektif untuk melawannya adalah dengan mengeluarkan sektarian
dari tubuh PCI. Gramsci mengambil tindakan oposisi terhadap kelompok Bordiga. Oposisi ini berlaku atas
dua hal. pertama, Gramsci mengkritik kelaziman penggunaan determinisme historis dalam banyak tulisan
kaum Marxis. Ia mengkritik Gagasan 'hukum besi' (Iron law) sejarah sebagai sesuatu yang 'tak dapat
dihindari'(inevitably) yang akan membawa kekuatan proletariat secara otomatis, bagaikan malam
mengikuti siang. Gramsci mengkritik karya N. Buckharin Historical Materialism: A New System of
Sociology (l929). Sebuah buku yang mencoba untuk mengembalikan Marxisme kedalam ilmu ramalan
seperti ilmu-ilmu alam dan akhirnya Gramsci merumuskan konsep tentang sejarah hukum-hukum dan
tendensi-tendensi (laws and tendencies): perkembangan sejarah harus dirawat dan dipelihara mengikuti
sebuah petun! juk, tapi kesimpulan akhirnya adalah mempertahankan harkat kemanusiaan dari arah
tendensi dan apa yang harus dilakukan manusia untuk menciptakan petunjuk-petunjuk tersebut.
Terakhir, Gramsci menarik solusinya terhadap pertanyaan 'keikut sertaan' atau 'ketidak ikut sertaan'
dengan menekankan, bahwa proletariat harus memulai usaha untuk merebut kekuasaan negara dari kelas
penguasa Italia: dan seperti sisi lainnya dari mata uang ia diikuti dengan gerakan eloborasi atas struktur
dan politik untuk menuntut kekuasaan negara. Gramsci membuat rumusan, bahwa kaum borjuis Italia
mempunyai sebuah bentuk kekuatan sosial yang mampu memblok dominasi dari kelas sub-ordinat dalam
segala hal, terutama atas proletariat di Italia Utara. Kekuatan social bloc terletak pada pemisahan kaum
tani di Italia Selatan dan para pekerja di Italia Utara. Tiang penyangga dari pemisahan ini menurut
pengamatannya terletak pada kekuatan para intelektual di bagian Selatan. Para Intelektual dari Selatan
merupakan strata penting dalam kehidupan negara Italia, karena tiga-lima persen birokrasi negara
merupakan ciptaan orang-orang Selatan4. Kekuasaan para intelektual dari Selatan merupa! kan dasi bagi
ideologi para petani dan kekuasaan administrtif dari para tuan tanah dan borjuis. Sebuah revolusi yang
dipimpin oleh kelas proletariat, jika ingin berhasil harus membentuk formasi alternatif rulling bloc yang
dapat menyatukan kaum pekerja dan kaum tani. Dan tugas utama dari Partai Komunis adalah merekrut
para intelektual dan menghancurkan ideologi pegangan dari kelas penguasa atas kaum tani. Analisa
Gramsci tersebut memberikan jawaban bahwa ideologi dan budaya mempunyai posisi penting--sejak itu
para intelektual dari Selatan dirasa begitu berharga.
Di Cina, para intelektual memainkan peranan sentral dalam perkembangan partai Komunis Cina, suatu hal
yang tidak pernah terjadi di Italia. Kaum intelektual merupakan cikal-bakal dari PKC (Chinesse
Communnist Party). Kaum intelektual mendirikan PKC yang menjadi begitu berpengaruh sebagai basis
kelas pekerja dalam
Partai. Pada akhir tahun l926 sekitar 66 % dari anggota PKC adalah para pekerja, intelektual 22 % dan
kaum tani 5 %5. Pada tahun l928, presentase kelas pekerja menurun lebih dari 4-5 %, dan laporan para
kader menyatakan bahwa "Partai tidak mempunyai cikal-bakal di sekitar para pekerja industri"6. Partai
mencatat pada tahun l928, kelas pekerja hanya merupakan l0 % dari seluruh anggota, 3 % ditahun l929,
2,5 % pada bulan Maret l930, l,6 % pada bulan September tahun yang sama dan menjadi tak satupun pada
akhir tahun7 Sebagai kelas pekerja dalam PKC, Mao dan para pengikutnya membangun kekuatan dalam
Partai dan pemikiran Mao mempunyai pengaruh kecil pada proletariat.
Dengan tidak adanya kelas pekerja, Kaum intelektual Komunis menyerap Marxisme dengan latar
belakang masyarakt Cina. Para intelektual melihat kaum tani sebagai pengganti dari kelas proletariat. Dan
masih jauh untuk dapat mendifinisikan kaum tani sebagai semi-proletariat 8. Kewajiban intelektual
merupakan mata-rantai dalam perjuangan kaum tani, sebagaimana ditulis oleh Meisner dari Li Tao-Chao
(Salah seorang dari dua pendiri PKC, dan seorang intelektual), para intelektual mempunyai tugas
membawa "pencerahan dan kepemimpinan dalam gerakan massa"9 Persoalan-persoalan di sekitar ideologi
tampak semakin meluas dalam PKC;
Pertama, kebutuhan para intelektual untuk memenangkan revolusi. kedua, karena peran intelektual sebagai
pembawa pencerahan.
Mao dan Gramsci, meskipun berada dalam posisi yang berbeda, mempunyai persamaan dalam beberapa
permasalahan dan beberapa solusi untuk memecahkannya. Keduanya berpendapat, bahwa kelas penguasa
mengontrol semua masyarakat bukan hanya menggunakan kekerasan dan kekuatan pisik, tapi juga
menutupi perhatian massa untuk menentukan berbagai hal: yang menjadi pegangan ideologi borjuis, yang
harus dihancurkan oleh Komunis. Sebelum itu semua dihancurkan, tidak akan ada oposisi yang efektif
untuk menyerang kelas penguasa, seperti ditulis oleh Mao:
Dalam perkembangan sejarah sebagai suatu keseluruhan, aspek material merupakan pembentuk sesuatu
yang spiritual dan merupakan eksistensi sosial yang determinan atas kesadaran sosial, yang pada saat yang
bersamaan kita juga harus mengenal reaksi dari kesadaran sosial pada eksistensi sosial dan reaksi dari
superstruktur pada fondasi ekonomi... Ketika superstruktur (politik, budaya dll) merintangi perkembangan
pondasi ekonomi--politik, budaya, reformasi menjadi faktor yang prinsipil dan menentukan.10
Sementara Gramsci juga melihat "pendidikan, budaya dan berbagai penguasaan organisasi pengetahuan
dan pengalaman...(sebagai sarana) bagi kemerdekaan massa dari para intelektual", untuk membebaskan
diri dari manipulasi realitas oleh intelektual dan kepentingan kelas penguasa Gramsci mengatakan:
"...Proletariat, sejauh ditaklukan oleh kekuatan politik dan ekonomi, juga harus mengambil sikap pada
masalah penaklukan kekuatan para intelektual, harus dipikirkan untuk mengorganisisr dirinya dalam
politik dan ekonomi, juga berpikir untuk mengorganisir dirinya dan kebudayaan "11
Dalam konteks ini Gramsci merumuskan konsepnya yang disebut dengan Hegemoni. Hegemoni menurut
Gramsci merujuk pada pengertian tentang situasi sosial-politik, dalam terminologinya 'moment.' dimana
filsafat dan praktek sosial masyarakat menyatu dalam keadaaan seimbang: Dominasi merupakan konsep
dari realitas yang menyebar melalui masyarakat dalam sebuah lembaga dan manifestasi perseorangan,
pengaruh dari 'roh' ini berbentuk morallitas, adat, religi, prinsip-prinsip politik dan semua relasi sosial,
terutama dari intelektual dan konotasi moral. Hegemoni selalu berhubungan dengan penyusunan kekuatan
negara sebagai kelas diktaktor.12
Dalam The Formation of Intellectuals yang ditulis Gramsci sesudah tahun l926--ketika ia mendekam di
penjara, masyarakat superstruktur dapat diidentifikasikan dalam 'dua tingkat.' Petama, masyarakat politik
(poloitical society), yang berfungsi meredam setiap pembangkangan dalam konformitas, untuk mengatur
hukum dan peraturan-peraturan. Kedua, masyarakat sipil (civil society) adalah organisasi-organisasi
swasta (gereja, koran, literatur masa dan lain-lainnya) yang mengperasikan hegemoni ideologi, dan
menghasilkan perhatian spontan dari masyarakat untuk mengatur 'social order.'
Mao Tse-Tung tidak mengkosentrasikan perhatiannya dalam produksi detail dari konsep hegemoni. Tapi
nada bicaranya yang terminologis dan artikulasinya pada hakekatnya mempunyai gejala yang sama
dengan rumusan Gramsci. Pemikiran Mao secara langsung lebih empirik dan operasional. Dalam
tulisannya tentang kebudayaan pada demokrasi baru (l940) dan kata pengantarnya dalam sebuah majalah
komunis Chinese Culture menulis:
Kita (Komunis) ingin mengubah sebuah Cina dengan politik penindasan dan eksploitasi ekonomi menjadi
sebuah Cina dengan politik bebas dan perekonomian yang makmur. Kita juga ingin mengubah Cina yang
bodoh dan terbelakang di bawah kebudayaan masa lalu kedalam suatu Cina pencerahan dan progresif
dibawah kekuasaan kebudayaan baru.13
Mao kemudian merumuskan sebuah kerangka situasi Cina, yang menurutnya: keunggulan asing, gabungan
budaya imperialis dan konfusius semi-feodal yang pasif melahirkan sebuah budaya borjuis pribumi.
Situasi ini menurutnya merupakan hal yang berbahaya bagi perkembangan sosial Cina di masa yang akan
datang; hal ini mendorongnya untuk menulis Tentang Demokrasi Baru (On New Democracy) dan
sebuah artikel "Rekrut Inteltual sebanyak-banyaknya." Kepentingan umum dan determinasi perlawanan
terhadap invasi Jepang mendapat ancaman dari teori propaganda Jepang yang anti nasionalisme Asia ala
Barat (propaganda ini merupakan kedok bagi invasi Jepang) serta tendensi budaya konfusius yang
mengadakan kompromi dengan jepang dan mengambil sikap bermusuhan terhadap Komunis. Pozzolini
melihat adanya kemiripan antara tulisan tersebut dengan pemikiran Gramsci. Pemimpin Italia yang
menganggap ideologi dominan borjuis dapat menghambat pertumbuhan kesadaran diri proletariat sebagai
sebuah kelas dan dapat membelokan kelas pekerja dari misi historisnya, sekaligus mengajak proletariat
meniru politik borjuis (reformisme) atau menekankan divisi-divisi di antara kekuatan-kekuatan
revolusioner.
Pra-kondisi untuk berhasilnya sebuah revolusi menurut Gramsci adalah latihan bagi kelas pekerja meraih
suatu superioritas "moral dan kepemimpinan intelektual, yang menjadi fungsi hegemonik sebelum
revolusi." Sebagaimana Mao (budaya revolusi) menyiapkan dasar ideologi sebelum revolusi tiba.14
Bagaimana membangun budaya dan ideologi hegemoni, merupakan persoalan yang harus dihadapi oleh
Mao Zedong dan Gramsci dalam menggalang kekuatan sosial revolusi. Keduanya melihat kekuasaan
inteltual sebagai bagian penting dalam menyelesaikan permasalahan. Kedua orang ini mendifinisikan
intelektual sebagai penyelenggara 'fungsi' dari intelektual dalam hubungan sosial masyarakat yang rumit
dan dihargai, dan mencoba menawarkan sebuah definisi dasar-dasar aktivitas dari intelektual, yang pada
intinya tidak dapat menerima bahwa semua orang terlibat dalam kegiatan intelektual, tapi hanya sedikit
orang yang mempunyai kemampuan sebagai intelektual. Mao lantas mempertanyakan tentang fungsi
intelektual. Menurut Gramsci 'intelektual' merupakan pegawai dari kelas penguasa untuk mempraktekan
fungsi-fungsi sub-ordinat dari hegemoni sosial dan politik pemerintah15. Atau dengan kata lain Gramsci
ingin mengatakan bahwa intelektual merupakan penyelenggara langsung dalam superstruktur. Terdapat p!
erbedaan antara Gramsci dan Mao dalam mendefinisikan intelektual. Mao membatasi definisi tentang
intelektual meliputi semua orang yang mempunyai pendidikan minimum sekolah menengah dan mereka
yang bekerja di universitas sebagai dosen, guru, sekolah guru serta golongan profesional secara umum
(dokter, insinyur dan lain sebagainya). definisi ini dipergunakan secara relatif untuk menunjukan
kelompok sosial baru di Cina. Gramsci memberi definisi atas intelektual jauh lebih luas dan membaginya
mmenjadi dua jenis: intelektual 'tradisionil' dan intelektual 'organik.'
Mao cenderung melihat "masalah bagi intelektual" adalah bagaimana caranya untuk membujuk intelgensia
non-marxis untuk mendukung panji-panji revolusioner. Analisa Gramsci atas hegemoni membawanya
untuk melihat pentingnya mengutamakan kelas pekerja yang di dalamnya memiliki intelektual organik
untuk dihubungkan dengan Partai Komunis, serikat pekerja, dewan pabrik (cikal-bakal dari sebuah organ
alternatif dari kekuaasaan negara), surat kabar proletariat dan lain-lainnya. Sebagaimana ditulis oleh
Gwyn Williams, bahwa 'massa' menurut Gramsci bukanlah semata-mata cetakan material dari ujung
tombak 'pencerahan.' Sementara bagi intelektual Maois dalam PKC, massa merupakan material esensial
guna 'dimerdekakan' dari luar. Dalam pandangannya Gramsci menuntut sebuah kemenangan dalam
penguasaan politik, karena itu penting untuk membentuk 'formasi kiri' dalam lingkungan intelektual. Bagi
kedua orang tersebut semuanya menjadi mungkin--membangkitkan sebuah kekuasaan hegemoni dan
memulai sebua! h pekerjaan untuk melatih intelektual proletariat. Dari pandangan seperti ini berarti
Gramsci mempunyai persoalan yang sama dengan Mao: Bagaimana caranya intelektual kekuasaan lama
dipersatukan dalam gerakan revolusioner ?
Ada kesadaran antara Mao dan Gramsci, bahwa gaya lama intelektual akan membawa gerakan komunis
pada kebiasaan-kebiasaan lama mereka dalam berhubungan dengan massa, seperti gaya hidup snob,
angkuh, congkak dan kebiasaan buruk lainnya. Kebiasaan lama ini akan semakin memperdalam jurang
pemisah antara intelektual pada satu sisi dengan petani, pekerja dan kader-kader Partai. Bahaya inheren
dari situasi tersebut akan tampak dalam dua hal: pertama, muncul sikap anti intelektual dan anti teori
dalam lingkungan Komunis dan semakin terasa dalam cara pemecahan politik dengan cara empirisme
yang steril dan pragmatisme sempit yang meniadakan pertalian langsunng antara keduanya. Kedua,
eloborasi teori dari
intelektual akan tidak tersambung dengan pengalaman sosial aktual, yang akan melahirkan subyektivisme
ideologis. Cara kerja emperisme/pragmatis dan subyektivisme akan membawa pada sebuah pengertian
yang salah terhadap perjuangan kelas dan akan berakhir dengan kekalahan, kekecewaan dan pemborosan
tenaga yang tak perlu dalam sebuah gerakan revolusioner.Dengan menempatkan persoalan dalam posisi
seperti ini Mao dan Gramsci telah menelusuri pentingnya pengenalan yang lebih baik intelektual terhadap
massa pekerja. Seperti yang dikatakan Mao: "Jika kamu ingin bersatu dengan massa, kalian harus
mengubah pikiran kalian "16 ( Pidato Yenan, hlm 73).
Gramsci menggunakan pengertian yang sama dalam istilah yang tidak berbeda:
Sebuah tragedi akan terjadi, jika golongan intelektual yang berasal dari kelas pekerja dan mendapat
kepercayaan dil ingkungan pekerja tidak merasa dirinya memiliki nafas dan darah yang sama dengan
kebanyakan rakyat jelata--sangat terbelakang. mereka tak menghiraukan kesadaran dari kelas pekerja dan
tani! akhirnya semua pekerjaan kita menjadi tidak berguna dan tidak membuahkan apa-apa.17
Setelah memiliki identifikasi kelas, para intelektual kemudian membangun budaya kelas dalam
aktivitasnya. Kewajiban utama dari intelektual menurut Mao dan Gramscci adalah mengupas kesadaran
palsu dari budaya borjuis dan merangsang sebuah budaya alternatif dengan dimensi revolusioner. Bagi
Gramsci ini berarti mengikuti prinsip futuris Italia:
"...Untuk mennghancurkan hirarki spiritual, prasangka, pemujaan pada tradisi yang kaku... berarti tak
perlu takut pada penalaran dan berani untuk tidak mempercayai bahwa kehancuran dunia akan terjadi jika
para pekerja melakukan kesalahan gramatikal, jika puisi menjadi sumbang, jika lukisan menjadi poster,
jika generasi muda menjadi kekanak-kanakan dan menyerupai orangtua yang sudah uzur... hanya mereka
yang mempunyai kejelasan dan memutuskan konsep-konsep dari jamam kita--jaman industri besar--kotakota
pusat para pekerja--kehidupan yang riuh rendah, akan memiliki bentuk baru dari kesenian, filsafat,
adat-istiadat dan bahasa..."18
Para Intelektual komunis akan berbasis pada pekerjaan budaya dari kelas revolusioner. Seperti kata
Mao:19 Gramsci dan Mao yakin bahwa penciptaan budaya revolusioner merupakan soal nyata bagi para
intelektual dalam aturan-aturan lama--komunikasi yang satu arah. Adanya sikap saling tidak mengerti dari
"berbicara kebawah" (talking above) atau 'turun kebawah' (down to) pada massa akan tampak di depan
mata. Gramsci mengingatkan penggunaan bahasa yang 'sulit' terhadap massa. Massa memberikan reaksi
pada dua hal. Pertama; massa menolak penyederhanaan secara berlebih-lebihan dari akar bahasanya that
to do so would impaverish debate: sebuah konsep akan menjadi rumit bila konsep itu sendiri tidak mudah
untuk diekspresikan tanpa menunjukan secara vulgar atau total20. Kedua; Gramsci melihat bahasa dalam
mendidik pimpinan, dalam operasinya melakukan pukul rata terhadap semua lapisan pembacanya, yang
dalam pelaksanaannya bertindak sebagai perangsang--dan berkembang lebih jauh sebagai 'pamfl! et' dari
argumen. Marxis menurut Gramsci harus mencoba membuat standar guna menghadapi intelektual katolik
yang terikat oleh dogmatisme gereja dalam sebuah pekerjaan yang hina dalam sebuah kekuasaan gereja
tertentu di dalam masyarakat Mao membahas masalah bahasa dan komunikasi dengan cara yang berbeda,
Ketika mengemukakan pertanyaan mengenai propaganda dan 'meningkatkan standar,' ia berpendapat
bahwa perkembangan yang satu akan membangun yang selanjutnya:
"dalam situasi sekarang ini... propaganda adalah kewajiban utama... rakyat menginginkan propaganda
yang diikuti dengan standar yang makin meningkat... dengan partai Komunis peningkatan standar
mempunyai basis dalam propaganda21.
Pada saat yang bersamaan Mao juga setuju akan adanya variasi dalam tingkatan kesusasteraan, sebagai
kebutuhan bagi kemajuan unsur-unsur kemajuan: "barisan terdepan" dari kader-kader Partai. Mao dan
Gramsci menelusuri pentingnya pengenalan awal atas standar intelektual dalam skala massa sebagai basis
dari kegiatan Komunis. Perbedaan kecil dalam pendekatan mereka tampaknya harus dikesampingkan,
karena perbedaan konteks dimana mereka berada. Dalam kasus Gramsci tampak sebuah kesadaran dan
kemampuan dari masyarakat karena baca-tulis telah berkembang luas dalam masyarakat. Sedangkan Mao,
menemukan dirinya dalam situasi masyarakat desa yang masih buta huruf. Hubungan dengan intelektual
adalah sebuah tugas politis dari proletariat dan para tani-- akhirnya dalam Partai Komunis itu sendiri.
Partai merupakan faktor penting unntuk mengintegrasikan intelektual dalam gerakan revolusioner.
Mao sedikit eksplisit dalam penjelasan-penjelasannya. Intelektual harus menyokong tujuan dari PKC,
mereka harus belajar Marxisme-Leninisme dan menghubungkan kegiatan mereka dengan politik massa.
Mao berkata bahwa budaya proletariat akan melayani kepentingan proletariat, dan sejak saat itu
kepentingaanya adalah sebuah ekspresi politik--pekerjaan budaya harus mempunyai perpektif politik.
Partai menurut Mao, harus melibatkan intelektual dalam kegiatannya:
"Kita harus menyiapkan pekerjaan pada semua intelektual yang bertanggung jawab, loyal dan berdaya
guna--dan kita harus memberi pelajaran pendidikan politik dan bimbingan-bimbingan dalam kursuskursus
yang memakan waktu dan perjuangan. Dan pada akhir kursus mereka akan menjadi kuat, serta
revolusioner dalam cara pandang, mengidentifikasikan dirinya dengan massa, dan bergabung dengan
anggota dan kader partai terdahulu, pekerja, kaum tani yang kesemuanya bergabung dalam Partai22.
Posisi Gramsci dalam hubungannya dengan intelektual dan partai sudah sangat jelas, dan mungkin
berlawanan dengan bayangan moderen 'marxis Liberal'. Gramsci setuju dengan konsepsi Stalinis 'Satu
Partai. Satu Kelas.' Faksi dalam Partai dilarang dan proletariat akan mempunyai fungsi kekuasaan.
Perhubungan diantara anggota dari kelas dan kelompok yang berlainan dalam Partai mencerminkan
perencanaan yang akan selesai setelah perjuangan revolusioner. Bentuk rencana macam apa yang nanti
akan dipakai? Gramsci menjawab,"kekuatan para pekerja adalah pondasi dari sebuah hirarki baru dari
sebuah kelas: intelektual, petani, semua kelas menengah, mengenal kelas pekerja sebagai kelas penguasa".
Dalam Pemilihan umum bagi lembaga representatif, kelas pekerja memilih perwakilan yang menjadi
bagian dari Partai kelas pekerja, yaitu Partai Komunis23. Dari premis tersebut, Gramsci menginginkan
intelektual untuk mengikuti kebijaksanaan Partai..... sebuah formasi massa, dengan tendensi sayap kiri, da!
lam pengertian dunia moderen berarti--orang harus mempunyai orientasi terhadap proletariat yang
revolusioner... kewajiban ini merupakan pengahargaan atas semua korban yang mengambil bagian, dari
semua intelektual Utara dan Selatan24. Artinya Gramsci seperti juga Mao ingin berkata bahwa intelektual
harus menjadi sub-ordinat dari kepentingan politik kelas revolusioner: atau dengan kata lain para
intelektual harus memiliki kewajiban, yang secara tegas diperlihatkan oleh mereka pada Partai 25
STK2 (Seri Terjemahan Kita-Kita), 1991.
1 E.G Ralp Miliband.The State In Capitalist Society. (London l969).
12. Lenin. Collected Works.(London l964) XXIV. l87-88.
23. George Thomson.'Gramsci".Marxism Today (November l957. hlm 61.
34. John Camment.Antonio Gramsci and The Origins of Italian Communism.(Stanford. l967) hlm l77-78.
45. Gramsci."The Southern Question". The Modern Prince and Other Writings, terjemahan L Marks (New
York l968, cetakan 3) hlm42.
56. R.C North. Koumintang and Chinese Communist Elites.(Stanford, l952) hlm 32.
67. H.R Isaacs. The Tragedy of The Chinese Revolution.(London, l938) hlm 333.
78. Ibid. 394.
89. Mao Tse Tung."Analysis of Classes in Chinese Societty".Selected Works,Vol I(Peking, l955) hlm l7.
910. M.Meisner.Li Ta-Chao and The Origins of Chinese Marxism.(Canbridge, mass l967) hlm 25.
1011. Mao Tse-Tung.On Contradiction. Selected Works I, hlm 326.
1112. Dikutip dari A. Pozzolini. Antonio Gramsci.(London l970) hlm
l09.
1213. Gwyn. A. Williams."The concept of'Egemonia' in the Thought of Antonio Gramsci:Sone Notes on
Interpretation".JHI. 21 (Oktober-Desember l960) hlm 587.
1314. Mao Tse Tung."On New Democracy".Selected works II. hlm 340.
1415. Mao Tse Tung."Recruit Large Numbers of Intellectuals".Selected works II hlm 303.
1517. Gramsci."The Formation of Intelectual".Op cit.hlm 124.
1618. Mao Tse Tung."Yenan Forum on Literature and Art",Selected Works.(Peking, l967).III, hlm 73
1719. G.Thompson.Op.cit. hlm 62
1819. Dikutip dari A. Pozzolini.Op.cit. hlm lll.
1920. Forum on literature and Art".Op.cit. hlm 8l
2021. Dikutip dari A Pozzilini.Op.cit. hlm l09.
2122. "Yenan Forum on Literature and Art".Op.cit. hlm 82-83.
2223. "Recruit Large Numbers of Intelectuals".Op.cit hlm 302.
2324. Dikutip dari A Pozzolini. Op.cit. hlm 88.
2425 Gramsci."The Southern Question"".Op.cit.hlm 51.
2526. Gramsci tidak terlihat untuk menunjukan disiplin intelektual yang sama dengan di luar Partai.E.G
Wwyn A Williams mencatat bahwa Gramsci dalam tulisannya. Il Materialismo storico...(Turin, l948),
menulis "Adalah suatu kebutuhan, bahwa kerja keras dari penelitian memasuki kebenaran yang baru,
memasuki sesuatu yang lebih baik, lebih koheren, dan rumusan-rumusan yang jelas dari kebenaran itu
sendiri akan ditinggalkan menuju inisiatif yang bebas dari para sarjana yang individual, meskipun begitu
prinsip yang paling esensial adalah meneruskannya pada pertanyaan". (Op.cit, 595)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar